Tulisan ini hanya membahas tentang tailpipe fire, sebuah malfunction yang mirip engine fire,
sebuah kejadian yang perlu penanganan khusus baik oleh penerbang,
teknisi atau petugas pemadam kebakaran. Penanganan yang salah bisa
menyebabkan kerusakan mesin yang tidak bisa diperbaiki dan merugikan
maskapai penerbangan sampai puluhan milyar rupiah.
Sangat
disayangkan juga kejadian ini pernah menimpa salah satu maskapai swasta
nasional yang “tanpa sengaja” enginenya yang mengeluarkan asap
disemprot dengan “sigap” oleh
petugas pemadam kebakaran yang sedang latihan di bandara. Alhasil,
maskapai tersebut harus mengganti mesin yang rusak karena disemprot foam yang
sangat korosif bagi mesin pesawat. Siapa yang salah? Kurang prosedur
komunikasi? Kurang mengerti apa yang terjadir? Atau tidak punya
prosedur?
Jadi sebenarnya apakah tailpipe fire ini?
Berbeda dengan engine fire, tailpipe fire susah diidentifikasi dari kokpit dan kadang disalahartikan sebagai engine fire bagi orang yang melihatnya. Pada tailpipe fire, api atau asap akan terlihat dari bagian dalam engine baik di bagian belakang (exhaust) atau di bagian depan (inlet). Tailpipe fire hanya terjadi di darat pada waktu start engine atau shutdown engine.
Penyebab tailpipe fire adalah kelebihan atau sisa fuel baik di ruang pembakaran, di dalam turbin atau di bagian exhaust nozzle yang terbakar karena menyentuh bagian panas dari mesin dan terbakar.
Meskipun tailpipe fire
terlihat “mengerikan” pada umumnya kejadian ini tidak membuat kerusakan
besar pada mesin karena terjadi di bagian dalam mesin yang memang
dirancang untuk tahan suhu yang tinggi sampai 1000-1200°C, tapi
kerusakan mungkin terjadi pada bagian badan/sayap pesawat yang terkena
api, misalnya kerusakan pada flaps.
Pada waktu terjadi tailpipe fire, tidak ada indikasi di kokpit. Indikasi yang mungkin terlihat hanyalah EGT yang bertambah tinggi. Tailpipe fire ini lebih sering terlihat oleh awak kabin, petugas ATC, dan staff di darat (ground staff) baik teknisi maupun staf lain di luar pesawat.
Pada umumnya awak kabin, ATC maupun staf di darat secara visual tidak bisa membedakan antara tailpipe fire dan engine fire, sehingga sering tailpipe fire ini dilaporkan ke penerbang sebagai engine fire. Konsekwensi dari hal ini adalah kesalahan tindakan/prosedur oleh penerbang karena menganggap telah terjadi engine fire bukan tailpipe fire! Atau malah kesalahan tindakan tim pemadam kebakaran seperti yang terjadi di atas.
Prosedur menghadapi tailpipe fire untuk penerbang secara umum adalah :
Shutdown engine: untuk menghentikan pasokan bahan bakar ke mesin.- Dry crank engine: memutar mesin untuk meniup sisa bahan bakar keluar dari mesin.
- mengaktifkan ENG FIRE button bisa mencegah FADEC untuk bekerja memutar starter, atau bisa mengakibatkan saluran bleed tertutup, yang diperlukan untuk meniup sisa bahan bakar dengan DRY CRANK.
- AGENT DISCHARGE, menyemprotkan fire extinguisher (firex) agent ke mesin tidak membantu karena firex agent ini akan disemprotkan di luar bagian inti mesin, sedangkan tailpipe fire terjadi di inti mesin.
Perhatian: Informasi di atas diambil dari Airbus, mohon baca manual pesawat anda untuk prosedur yang benar dalam menanggulangi tailpipe fire.
Prosedur di atas biasanya cukup untuk menghentikan tailpipe fire, sehingga intervensi dari Pemadam Kebakaran adalah usaha terakhir jika prosedur tailpipe fire tidak berhasil memadamkan api. Pemadam kebakaran juga dibutuhkan jika tidak ada sumber bleed atau electrical yang memutar mesin untuk meniup sisa bahan bakar. Jika terjadi penyemprotan oleh pemadam kebakaran di darat dengan menggunakan firex agent yang korosif maka engine mungkin harus dilepas untuk di periksa.
Sumber: Airbus Flight Operation Briefing Notes: Supplementary Techniques Handling Engine Malfunctions
No comments:
Post a Comment