Sedikit keluar dari ranah komputerisasi pada umumnya, tetapi masih ada kaitannya dengan interest dan cita-cita saya (curcol -haha) inilah dia masalah tentang kedirgantaraan lebih spesifiknya pesawat terbang. Kenapa bisa sampai masuk di blog ini juga karena ternyata masih ada kaitan dengan teknologi sistem komputerisasi. Pada pesawat terbang modern, sistem navigasi pada kokpitnya sudah dilengkapi dengan perangkat canggih sehingga jika dilakukan setting pada instrumen navigasi, kemudian pilot mengaktifkan master switch “autopilot” dan… semua bekerja secara otomatis. Makanya jangan panik kalau liat kedua pilotnya keluar dari kokpit, yang satu ke WC yang satunya lagi ngopi2. ”Jadi siapa yang ngendaliin pesawat?? OMG we’ll falling down to earth.. Oh God forgive me… mom.. i love you..” hahaha. Selain ngebahas sedikit masalah komputerisasi pada navigasi pesawat, saya juga ingin menyindir film-film tentang pesawat by hollywood yang ceritanya pesawatnya dibajak, terus 2 pilotnya mati ketembak eh tinggal pramugarinya mendaratin pesawat secara manual. Padahal ‘kan bisa pake bantuan ILS. Ya gak? Iya kan?? Krik krik krik…
Beberapa instrumen navigasi umum pada pesawat modern adalah:
GPS untuk mendeteksi lokasi pesawat, mendeteksi cuaca, dan sebagai referensi wajib bagi pilot ketika visibility di luar kokpit terhalang kabut/awan dan mungkin hanya <200m. Perangkat radar ini juga menjadi referensi ILS yang kita bahas.
Radio stack sebagai panel komunikasi via radio dengan base station/tower, setting squawk yaitu seperti ID (identification) number kita di udara sehingga base station bisa terus melakukan flight following, dan sebagai tempat mengatur ILS frequency yang kita bahas.
Airspeed control sebagai referensi kecepatan pesawat di udara. Konsep mengukur kecepatannya menggunakan tabung pitot. Masih inget pelajaran fisika gak hayoo.. haha.. Pada pesawat modern, throttle jet (atau pada mobil pedal gas-nya dah) bisa gerak-gerak kedepan dan kebelakang dengan sendirinya. Jadi misalnya pilot melakukan setting kecepatan yang diinginkan adalah 250 knots, maka sistem navigasi pesawat sendiri yang akan mengaturnya.
Altitude control sebagai panel mengukur ketinggian pesawat dengan ukuran feet dari permukaan laut. Untuk mengukur altimeter dengan menggunakan patokan mmHg (raksa) alias berdasarkan tekanan udara. Tekanan udara pada fair weather adalah 29.92 mmHg. Semakin rendah mmHg berarti semakin rendah juga pesawat. Altimeter pesawat juga bisa diatur sehingga pesawat sendiri yang secara otomatis akan mencapai ketinggian itu sesuai vertical speed yang juga di setting oleh pilot.
Heading control sebagai panel yang memberikan informasi azimuth pesawat. Apakah kita sedang menuju ke utara, timur, barat, atau selatan. Utara bernilai Heading = 360 atau 000, Timur bernilai heading 090. Jadi selatan dan barat berapa headingnya hayo? hahahah… Ya, di pesawat juga ada heading control sehingga pilot tinggal masukkan mau ke arah mana, nanti pesawat yang belok sendiri dan melakukan penepatan posisi arah pesawat terhadap 8 penjuru mata angin *halah kayak silat aja* maksudnya penepatan dengan heading.
Ternyata sistem komputasi panel kokpit untuk navigasi pesawat sangat rumit. Dan pada kesempatan kali ini saya hanya akan ngebahas navigasi pesawat untuk melakukan autolanding atau prosedur sesaat mau landing saja.
ILS adalah sistem yang ada di daratan tepatnya di sekitar runway untuk membantu mengendalikan pesawat yang akan mendarat. Tetapi tidak semua airport memasang ILS pada runwaynya. Ini adalah contoh gambar ILS:
GPS untuk mendeteksi lokasi pesawat, mendeteksi cuaca, dan sebagai referensi wajib bagi pilot ketika visibility di luar kokpit terhalang kabut/awan dan mungkin hanya <200m. Perangkat radar ini juga menjadi referensi ILS yang kita bahas.
Radio stack sebagai panel komunikasi via radio dengan base station/tower, setting squawk yaitu seperti ID (identification) number kita di udara sehingga base station bisa terus melakukan flight following, dan sebagai tempat mengatur ILS frequency yang kita bahas.
Airspeed control sebagai referensi kecepatan pesawat di udara. Konsep mengukur kecepatannya menggunakan tabung pitot. Masih inget pelajaran fisika gak hayoo.. haha.. Pada pesawat modern, throttle jet (atau pada mobil pedal gas-nya dah) bisa gerak-gerak kedepan dan kebelakang dengan sendirinya. Jadi misalnya pilot melakukan setting kecepatan yang diinginkan adalah 250 knots, maka sistem navigasi pesawat sendiri yang akan mengaturnya.
Altitude control sebagai panel mengukur ketinggian pesawat dengan ukuran feet dari permukaan laut. Untuk mengukur altimeter dengan menggunakan patokan mmHg (raksa) alias berdasarkan tekanan udara. Tekanan udara pada fair weather adalah 29.92 mmHg. Semakin rendah mmHg berarti semakin rendah juga pesawat. Altimeter pesawat juga bisa diatur sehingga pesawat sendiri yang secara otomatis akan mencapai ketinggian itu sesuai vertical speed yang juga di setting oleh pilot.
Heading control sebagai panel yang memberikan informasi azimuth pesawat. Apakah kita sedang menuju ke utara, timur, barat, atau selatan. Utara bernilai Heading = 360 atau 000, Timur bernilai heading 090. Jadi selatan dan barat berapa headingnya hayo? hahahah… Ya, di pesawat juga ada heading control sehingga pilot tinggal masukkan mau ke arah mana, nanti pesawat yang belok sendiri dan melakukan penepatan posisi arah pesawat terhadap 8 penjuru mata angin *halah kayak silat aja* maksudnya penepatan dengan heading.
Ternyata sistem komputasi panel kokpit untuk navigasi pesawat sangat rumit. Dan pada kesempatan kali ini saya hanya akan ngebahas navigasi pesawat untuk melakukan autolanding atau prosedur sesaat mau landing saja.
ILS adalah sistem yang ada di daratan tepatnya di sekitar runway untuk membantu mengendalikan pesawat yang akan mendarat. Tetapi tidak semua airport memasang ILS pada runwaynya. Ini adalah contoh gambar ILS:
Untuk melakukan landing dengan bantuan ILS, kita harus mengetahui dulu informasi dasar tentang airport tujuan. Pada contoh kali ini, kita akan mendarat di Soekarno Hatta Airport Jakarta. Tower memberikan clearance, clear to land runway 7R (“070″ adalah heading dan “R” adalah right, karena runway di Soekarno Hatta ada 2 paralel. Sebelumnya lihat informasi tentang Soekarno Hatta Airport. Seperti terlihat di gambar bawah ini, ternyata runway 7R, berada pada ILS Freq 110.500 dengan runway exact headingnya 068.
Aktifkan Nav pada radiostack dan masukkan frequency radio sesuai dengan frequency yang dimiliki runway 7R Soekarno Hatta, that’s 110.50 (“one one zero point five zero“).
Lakukan setting pada instrumen airspeed, heading, dan aktifkan APP (approach)… Swiiinggg.. pesawat otomatis akan mencoba meluruskan dirinya sendiri dengan ILS localizer di runway, termasuk vertical speed control juga akan diatur otomatis olehnya. Pesawat akan naik sendiri bila kerendahan dan turun bila ketinggian…
Setelah itu, terlihat dari GPS dibawah ini kita sudah lurus dengan runway 7R dan sebelah kirinya adalah runway 7L. We’re about to land automatically!
Terlihat pesawat sangat lurus terhadap runway jika menggunakan bantuan ILS.. (bukan manual/visual dari pak pilot) hahah… Co-pilotnya lagi tidur..
Dan pada akhirnya mendarat sangat mulus… Welcome to Jakarta!
Tower: ”Garuda Indonesia 612, contact ground on one one eight point three.”
Capt: ”Thanks Soetta tower, contacting ground on one one eight point three. Good day. Ground, Garuda Indonesia 612, request taxi to the gate.”
Ground: ”Garuda Indonesia 612, taxi to the gate F7 via taxiway sierra charlie, sierra november two, bravo.”
OK Slamat Belajar :)
Capt: ”Thanks Soetta tower, contacting ground on one one eight point three. Good day. Ground, Garuda Indonesia 612, request taxi to the gate.”
Ground: ”Garuda Indonesia 612, taxi to the gate F7 via taxiway sierra charlie, sierra november two, bravo.”
OK Slamat Belajar :)