Friday 21 December 2012

Instrument Landing System: Aircraft Autolanding



Sedikit keluar dari ranah komputerisasi pada umumnya, tetapi masih ada kaitannya dengan interest dan cita-cita saya (curcol -haha) inilah dia masalah tentang kedirgantaraan lebih spesifiknya pesawat terbang. Kenapa bisa sampai masuk di blog ini juga karena ternyata masih ada kaitan dengan teknologi sistem komputerisasi. Pada pesawat terbang modern, sistem navigasi pada kokpitnya sudah dilengkapi dengan perangkat canggih sehingga jika dilakukan setting pada instrumen navigasi, kemudian pilot mengaktifkan master switch “autopilot” dan… semua bekerja secara otomatis. Makanya jangan panik kalau liat kedua pilotnya keluar dari kokpit, yang satu ke WC yang satunya lagi ngopi2.  ”Jadi siapa yang ngendaliin pesawat?? OMG we’ll falling down to earth.. Oh God forgive me… mom.. i love you..” hahaha. Selain ngebahas sedikit masalah komputerisasi pada navigasi pesawat, saya juga ingin menyindir film-film tentang pesawat by hollywood yang ceritanya pesawatnya dibajak, terus 2 pilotnya mati ketembak eh tinggal pramugarinya mendaratin pesawat secara manual. Padahal ‘kan bisa pake bantuan ILS. Ya gak? Iya kan?? Krik krik krik…
Kokpit Boeing 747-400
Kokpit Boeing 747-400
Beberapa instrumen navigasi umum pada pesawat modern adalah:
GPS untuk mendeteksi lokasi pesawat, mendeteksi cuaca, dan sebagai referensi wajib bagi pilot ketika visibility di luar kokpit terhalang kabut/awan dan mungkin hanya <200m. Perangkat radar ini juga menjadi referensi ILS yang kita bahas.
Radio stack sebagai panel komunikasi via radio dengan base station/tower, setting squawk yaitu seperti ID (identification) number kita di udara sehingga base station bisa terus melakukan flight following, dan sebagai tempat mengatur ILS frequency yang kita bahas.
Airspeed control sebagai referensi kecepatan pesawat di udara. Konsep mengukur kecepatannya menggunakan tabung pitot. Masih inget pelajaran fisika gak hayoo.. haha.. Pada pesawat modern, throttle jet (atau pada mobil pedal gas-nya dah) bisa gerak-gerak kedepan dan kebelakang dengan sendirinya. Jadi misalnya pilot melakukan setting kecepatan yang diinginkan adalah 250 knots, maka sistem navigasi pesawat sendiri yang akan mengaturnya.
Altitude control sebagai panel mengukur ketinggian pesawat dengan ukuran feet dari permukaan laut. Untuk mengukur altimeter dengan menggunakan patokan mmHg (raksa) alias berdasarkan tekanan udara. Tekanan udara pada fair weather adalah 29.92 mmHg. Semakin rendah mmHg berarti semakin rendah juga pesawat. Altimeter pesawat juga bisa diatur sehingga pesawat sendiri yang secara otomatis akan mencapai ketinggian itu sesuai vertical speed yang juga di setting oleh pilot.
Heading control sebagai panel yang memberikan informasi azimuth pesawat. Apakah kita sedang menuju ke utara, timur, barat, atau selatan. Utara bernilai Heading = 360 atau 000, Timur bernilai heading 090. Jadi selatan dan barat berapa headingnya hayo? hahahah… Ya, di pesawat juga ada heading control sehingga pilot tinggal masukkan mau ke arah mana, nanti pesawat yang belok sendiri dan melakukan penepatan posisi arah pesawat terhadap 8 penjuru mata angin *halah kayak silat aja* maksudnya penepatan dengan heading.
Ternyata sistem komputasi panel kokpit untuk navigasi pesawat sangat rumit. Dan pada kesempatan kali ini saya hanya akan ngebahas navigasi pesawat untuk melakukan autolanding atau prosedur sesaat mau landing saja.
ILS adalah sistem yang ada di daratan tepatnya di sekitar runway untuk membantu mengendalikan pesawat yang akan mendarat. Tetapi tidak semua airport memasang ILS pada runwaynya. Ini adalah contoh gambar ILS:
ILS Runway
ILS Runway
Untuk melakukan landing dengan bantuan ILS, kita harus mengetahui dulu informasi dasar tentang airport tujuan. Pada contoh kali ini, kita akan mendarat di Soekarno Hatta Airport Jakarta. Tower memberikan clearance, clear to land runway 7R (“070″ adalah heading dan “R” adalah right, karena runway di Soekarno Hatta ada 2 paralel. Sebelumnya lihat informasi tentang Soekarno Hatta Airport. Seperti terlihat di gambar bawah ini, ternyata runway 7R, berada pada ILS Freq 110.500 dengan runway exact headingnya 068.
Potongan Informasi Airport
Potongan Informasi Airport
Aktifkan Nav pada radiostack dan masukkan frequency radio sesuai dengan frequency yang dimiliki runway 7R Soekarno Hatta, that’s 110.50 (“one one zero point five zero“).

Radio Stack Panel
Lakukan setting pada instrumen airspeed, heading, dan aktifkan APP (approach)… Swiiinggg.. pesawat otomatis akan mencoba meluruskan dirinya sendiri dengan ILS localizer di runway, termasuk vertical speed control juga akan diatur otomatis olehnya. Pesawat akan naik sendiri bila kerendahan dan turun bila ketinggian…
Autopilot Panel
Autopilot Panel
Setelah itu, terlihat dari GPS dibawah ini kita sudah lurus dengan runway 7R dan sebelah kirinya adalah runway 7L. We’re about to land automatically!
GPS Radar Terhadap Runway 7R
GPS Radar Terhadap Runway 7R
Terlihat pesawat sangat lurus terhadap runway jika menggunakan bantuan ILS.. (bukan manual/visual dari pak pilot) hahah… Co-pilotnya lagi tidur..
On Final
On Final
Dan pada akhirnya mendarat sangat mulus… Welcome to Jakarta!
Full Stop Landing
Full Stop Landing
Tower: ”Garuda Indonesia 612, contact ground on one one eight point three.”
Capt: ”Thanks Soetta tower, contacting ground on one one eight point three. Good day. Ground, Garuda Indonesia 612, request taxi to the gate.”
Ground: ”Garuda Indonesia 612, taxi to the gate F7 via taxiway sierra charlie, sierra november two, bravo.”

OK Slamat Belajar :)

Descent Planning

Sebelum melanjutkan diskusi tentang lateral navigaton series, saya ingin membahas soal descent planning yang merupakan bagian dari vertical navigation. Mengutip Rinaldi, "Menjadi pilot, it's all about planning."
Di pesawat-pesawat yang sudah dilengkapi FMC, posisi T/D (Top of Descent, yaitu lokasi kita harus mulai descend) akan dihitung oleh FMC apabila kita meng-input dengan benar target altitude di intersection atau fix tertentu di LEGS page. Namun, posisi T/D sebaiknya dihitung secara manual oleh pilot dan kemudian di-cross check dengan hasil yg didapat di FMC. Artikel ini membahas descent planning yang tepat supaya sewaktu approach kita gak perlu melakukan holding terlebih dahulu karena kita ketinggian. Artikel ini juga akan sangat berguna buat teman-teman yang terbang tanpa menggunkan FMC, karena posisi T/D hanya bisa didapat dari cara ini.
Untuk melakukan descent planning yang tepat, kita perlu memilik target altitude. Secara kasar nya, "ntar sampe di situ, altitude nya mau berapa gitu..." Untuk mengetahui target altitude, ada baiknya kita memilik chart (terutama approach plate), di situ setidaknya bisa dilihat initial approach altitude berapa di posisi berapa.
Sebagai pedoman (rule-of-thumb), kita akan turun 1000 ft sejauh 3nm. Untuk ringkasannya, bisa diliat dari gambar yang diberikan oleh Bg Pandedo ato saya sendiri :)  hehe Photobucket
PhotobucketSaya akan ambil contoh approaching Ngurah Rai International Airport (WADD), Bali. Kalo liat dari STAR chart, bisa dilihat tentang altitude yang bisa diikuti. Misalnya untuk approach VORDME RW09 masuk dari RABOL: setelah RABOL descend ke FL130 sampe D58 dari BLI , dst. Untuk perhitungan kasar awal lokasi di mana kita harus mulai descend, mari abaikan itu dulu.
Photobucket
Saya akan asumsi-kan kita sekarang ada di FL350 dan sesuai dengan approach plate VORDME RW09 kita ingin berada di altitude 3000 ft saat berada di KUTA. KUTA berada pada posisi D15 dari BLI. Jadi kita ingin berada pada 3000 ft di D15 dari BLI. Inilah target altitude kita.
Mari kita gunakan cara yg diberikan Saya tdi :) tadi, bahwa setiap turun 1000ft kita akan menempuh jarak 3nm. Dari FL350 menuju ke 3000ft, kita akan kehilangan 32000ft (35000ft-3000ft=32000ft). Berarti kita butuh 96nm (32000/1000*3=96 nm). Tetapi ingat kita juga masih perlu mengurangi kecepatan, narik flaps, landing gear, dll. Itu alasan kenapa di artikel Saya, kita perlu menambah sekitar 5-10 nm lagi. Angka ini harus disesuaikan dengan pesawat. Saya punya pengalaman pesawat Boeing 737-800 PMDG agak susah ngerem. Jadi biasa saya tambah 10nm untuk ngerem dll. Berarti, saya akan butuh 106 nm (96nm+10nm=106nm) untuk sampai ke 3000ft dengan kecepatan yg tepat.
Ingat kembali kita ingin sampai di 3000 ft bukan di BLI tapi di D15 dari BLI. Jadi, kita perlu nambahin D15 ke perhitungan kita tadi. Jadi, kita harus mulai descent dari posisi D121 (106nm+15nm=121nm) inbound ke BLI. Jadi sewaktu DME reading kita menunjukkan angka 121, kita sudah bisa mulai descend. Untuk mengetahui berapa Vertical speed nya, pakai saja rumus yang diberikan oleh Sya yg ada di atas.
Perlu diingat bahwa ini baru perhitungan kasar pertama. Jadi sambil jalan mesti terus dihitung apakah kita turun dengan tepat, apakah perlu ditambah ,i>rate of descent-nya atau perlu dikurangi. Tentu saja perlu diingat soal speed restriction di bawah 10,000 ft (250kts or below). Jadi kita seringkali harus level-off di 10,000 ft dan makanya 10nm margin untuk descend itu perlu sekali. Selain itu karena kita cenderung overspeed saat descent, ingat untuk deploy speed brake dan LVLCHG jika perlu.
Selamat mencoba dan semoga penerbangan-nya mulus!

Fligh simulator Join with Me :)


Lift,Weight,Drag,Thrust






4 Fundamentals of Flight
4 Forces

Dalam dunia penerbangan kita terlebih dahulu harus mengetahui daya dasar yang
mempengaruhi sebuah pesawat. Adapun hal tersebuat adalah:
1. Lift = Daya angkat
2. Weight = Gaya berat
3. Drag = Daya hambatan
4. Thrust = Daya dorong
1.Lift is the upward force. In order to lift the aircraft off the ground, lift has to overcome the force of gravity which is pulling the aircraft towards the centre of the Earth. Lift has to be greater than the weight of the aircraft in order to let an aircraft climb.

Weight is the downward force. It is the sum of the weight of the aircraft structure,fuel, cargo and passengers. Weight is created by the force of gravity, which is a force produced by the Earth’s magnetic field, pulling the weight of the aircraft towards the centre of the Earth. When weight is greater than lift, the aircraft will not leave the ground. When already airborne, this situation will cause the aircraft to descend.
The standard international unit of mass is Kilograms (kg) In some parts of the world ‘Pounds’are still used though. The equation is as follows: 1 kg = 2.2 Pounds ( 0,83kg = 1L)
Gross weight= Empty a/c weight + Pax weight + Cargo weight + Fuel weight
3.Drag is the force directed opposite to the direction of movement of the aircraft. Drag is caused by the structure of the aircraft. When moving through the air, particles of air have to be pushed aside and this causes resistance. To somewhat simplify reality: when drag-force equals thrust the aircraft will not move or change horizontal speed. When the aircraft is already moving and drag overcomes thrust the aircraft will start to reduce horizontal speed.

4.Thrust is the force directed opposite to the force of drag. Thrust is produced by the engines of an aircraft. When thrust overcomes the force of drag, the aircraft will increase horizontal speed.
When during flight these four forces are balanced out perfectly, i.e lift equals the
weight and thrust equals drag, the aircraft will fly straight ahead without climbing or descending and at a constant horizontal speed. When this balance is disturbed though, the situation of the aircraft will also change.
If lift increases, the aircraft will rise. If more thrust is provided the aircraft will accelerate until the increase in resistance (drag) balances out the increased thrust.

Keempat daya dasar inilah yang mempengaruhi pesawat dapat terbang.

Basic Instruments System

               Basic Instruments Knowledge

Pengenalan Instrument

Didalam sebuah pesawat akan banyak kita temui bermacam macam instrument, dan ada pula yang membadakan nya tergantung dari jenis pesawat.

Dari semua instrument yang terdapat di dalam pesawat ada beberapa instrument dasar yang wajib diketahui dan difahami oleh seorang penerbang, yaitu:

1. Speed Indicator
Fungsinya adalah : Untuk mengetahui kecepatan udara

2. Attitude Indicator
Fungsinya adalah : Untuk mengetahui keadaan pesawat terhadap permukaan bumi

3. Altitude Indicator
Fungsinya adalah : Untuk mengetahui ketinggian pesawat terhadap permukaan laut

4. Heading Indicator
Fungsinya adalah : Untuk mengetahui arah yang dituju pesawat

5. Vertical Speed Indicator
Fungsinya adalah : Untuk mengetahui climbing/descents rate per detiknya

6. Turning Cordinator (centered ball)
Fungsinya adalah : Untuk menjaga agar arah pesawat tetap pada jalur nya pada saat belok.


T – Scanning

Istilah yang biasa digunakan untuk menjaga attitude pesawat dalam penerbangan. Apakah pesawat yang kita terbangkan masih dalam batas yang kita inginkan. Mengapa disebut T – Scanning? Oleh karena instrument dasar yang sangat crucial di front panel sebuah kokpit biasa disusun berdasar tarikan garis sesuai huruf T. Dimana setiap penerbang wajib memantau segala aktifitas instruments tersebut setiap saat.




Aircraft system



Ada yang tau dengan kata AirCraft System disini,bagi yang bersekolah atau pernah bersekolah di smk penrbangan manapun,mungkin sudah tau dengan kata ini,apalgi yang bekerja di dunia penerbangan,kata ini mungkin sudah tidak asing lagi.
Disini saya akan berbagi tentang pelajaran AirCraft System yang saya dapat di sekolah saya yaitu SMK PENERBANGAN IMMANUEL MEDAN pada saat ditingkat XI,.Mungkin ini bisa menjadi acuan untuk adik-adik kelas saya disekolah.
Hmm,Pasti diantara kalian semua pasti ada yang pernah naik pesawat terbang donk,tapi hanya sedikit dari anda semua yang mengetahui system-system yang ada dan bekerja pada pesawat terbang tersebut,jadi disini saya akan membeberkan sedikit tentang system-system yang ada di pesawat terbang.Sebenarnya ada banyak jenis system yang dipakai di Pesawat terbang,apalagi dijaman sekarang,yang teknologinya sudah sangat luar bisa (lebay) tapi itu kenyataan sih.Hhe
Cukup basa-basinya,kita langsung aja ke pembahasan.

AirCraft System biasa disingkat dengan nama ACS,ACS adalah pelajaran yang menjelaskan tentang segala jenis system yang digunakan pada AirCraft/Pesawat Terbang.
Yang pertama saya dapatkan pada saat belajar ACS ini adalah sistem yang bernama Pneumatic,kurang  lebih seperti ini catatan yang ada di buku saya:

SYSTEM PNEUMATIC(SP)
Pneumatic berasal dari kata Yunani yang artinya udara/angin.
Jadi sistem yang menggunakan tenaga yang disimpan dalam bentuk udaa yang dimampatkan untuk menghasilkan suatu kerja disebut dengan System Pneumatic.
Ada beberapa Fungsi dari sistem ini,diantara lain adalah untuk:

Brake/sistem pengereman pada pesawat terbang,intinya buat nge-rem
Open and close doors(membuka dan menutup pintu) tentunya di pesawat.
Instrument (sistem penunjuk keadaan pesawat yang berada di cockpit) saya akan menjelaskan lebih lanjut tentang ini(tunggu saja)
Cabin Pressurization,benr ga tuh nulisnya
Icing system,dibagi 2: -Anti Icing(mencegah terjadi es),-De icing(melelehkan/menghancukan setelah terjadinya es)
extend and Retract landing gear(untuk turun dan naiknya landing gear/roda pendarat)
Steering

nah,itu beberapa fungsi dari SP,kita lanjutkan dengan kelebihan dan kerugiannya menggunakan Sistem Pneumatic ini,namanya juga benda,pasti ada kerugian dan kelabihannya donk,manusia aja ada kekurangannya,apalagi benda yang dibuat manusia(lebay lagi)kenyataan lagi sih.

Nih Kelebihannya system pneumatic:
a.Fluida kerja mudah didapat dan ditransfer(pokoknya gitu dah,ngerti kali)
b.Dapat disimpan dengan baik
c.Penurunan tekanan relatif lebih kecil dibandingkan dengan sistem hidrolik(untuk sistem hidrolik,ada di pembahasan beikutnya) mudah"an sempet,amin
d.Viskositas fluida yang lebih kecil sehingga gesekan dapat diabaikan.
e.Aman terhadap kebakaran.
dan ini kekurangannya:
a.Gangguan suara yang bising
b.Gaya yang ditransfer terbatas
c.Dapat terjadi pengembunan
d.Sulit menemukan tempat terjadi kebocoran pada sistem.

OK Slamat belajar :D